Sittwe Masih Mencekam

Seorang tentara Myanmar tengah berjaga di bangunan yang rusak di Sittwe,
ibukota Rakhine negara di barat Myanmar.

TDB, SITTWE  --  Suasana di Sittwe, Ibu Kota Rakhine, masih mencekam pascakerusuhan yang terjadi pada Ahad (21/10).

Dalam insiden yang berlangsung sejak pagi hingga malam hari itu, ratusan rumah terbakar, demikian pula masjid dan vihara. Jumlah korban dalam kerusuhan itu diperkirakan mencapai belasan orang, belum termasuk korban yang mengalami luka-luka.

Tak jelas pemicu terjadinya aksi kerusuhan yang melibatkan massa kaum budhis, sekelompok mahasiswa Myanmar, dan massa dari warga Muslim Rohingnya tersebut. Namun menurut anggota Aksi Cepat Tanggap (ACT) Malaysia, Riadz Hashim, massa dari kaum budhis merasa cemburu atas pengiriman bantuan yang dinilai mereka lebih banyak untuk kaum Muslim. Oleh karena itulah mereka bergerak menentang adanya bantuan dari luar dan berakhir bentrok dengan warga Muslim.

Pascakerusuhan tersebut, pengamanan yang melibatkan aparat keamanan setempat lebih banyak dikerahkan di berbagai pusat kegiatan massa, termasuk di berbagai tempat publik, seperti perkantoran pemerintah, swasta, dan pasar.

Dampaknya, pengiriman bantuan menjadi terganjal karena aparat memblokade permukiman warga Muslim di beberapa titik di wilayah Sittwe. "Parahnya lagi, beberapa NGO diusir," ujar Riadz kepada Republika dalam pesan singkatnya, Rabu (23/10).

Sejak pagi kemarin, kerumunan massa yang berasal dari massa asal pribumi masih terus bergerak. Dikhawatirkan, massa tersebut terlibat bentrok dengan aparat. Akibat kondisi itu pula, para relawan dari berbagai NGO dari berbagai negara dipaksa oleh aparat untuk tetap tinggal di hotel masing-masing.

"Jangankan mau kirim bantuan, keluar hotel saja kami tak bisa karena dilarang keras aparat. Kami tak bisa bergerak. Sopir yang warga lokal juga ketakutan,” papar Ketua tim ACT, Doddy Putra. (Republika)

No comments

Powered by Blogger.